Makalah Hukum, HAM dan Demokrasi Dalam Islam
KATA PENGANTARPuji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum, HAM dan Demokrasi Dalam Islam”.  Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam  mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Negeri Makassar.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
  Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Makassar, Mei 2011
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
 C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. HUKUM
A. Pengertian Hukum IslamB. Ruang Lingkup Hukum Islam
C. Tujuan Hukum Islam
D. Sumber Hukum Islam
E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
3. DEMOKRASI DALAM ISLAM
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika  kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah  peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku  manusia dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa  atau manusia itu sendiri seperti:
1) Hukum adat
2) Hukum pidana dan sebagainya. 
Berbeda  dengan sistem hukum yang lain, hukum islam tidak hanya merupakan hasil  pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada  suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang  terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai  rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar  inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang  lain. 
Adapun  konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh  Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan  manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia  dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia  dengan manusia lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia dengan  benda serta alam sekitarnya.
Kita  berlanjut ke Hak asasi manusia dalam Islam, HAM dalam Islam berbeda  dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak  merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh  diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,  melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai  contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap  individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim  dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara,  melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak  ini.
Umat  Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang  sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih  belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima  tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak  bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak  bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap  apapun. Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam  sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. Di  bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam perspektif Islam.  Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya Hukum, HAM  dan Demokrasi menurut ajaran islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di Indonesia ?
2. Bagaimana hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan Barat ?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dalam Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di Indonesia
2. Untuk memahami hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan Barat
3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum  adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah  laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang  tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang  dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa  berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa  hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja  dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain  dan harta benda.
Sedangkan  hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama  Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan  oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan  manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan  Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan  manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia  dengan benda alam sekitarnya.
B. Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Adalah  tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam  menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat,  menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak  ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan  pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian tidak  mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi  mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah  hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2. Muamalah (ghairu mahdhah)
Adalah  ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia  walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu  sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang  memenuhi syarat melakukan usaha itu.
Bagian - Bagian Hukum Islam
a) Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.
b) Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta warisan daan cara pembagian waarisan.
c) Muamalat
Hukum  yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan  manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,  perserikatan dan lain-lain.
d) Jinayat
Hukum  yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman  baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk  dan batas hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah  ta’zir atau perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh  penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
e) Al-ahkam as-sulthaniyah
Hukum  yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara,  pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.
f) Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain
g) Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara
Sistematika hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
C. Tujuan Hukum Islam
Tujuan  hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi  (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq  As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam:
1. Memelihara agama
Agama  adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh  martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain  danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada  pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
2. Memelihara jiwa
Menurut  hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak  manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang  pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai  sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan  kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara akal
Islam  mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai  peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang  tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa  mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)
4. Memelihara keturunan
Dalam  hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena  itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut  ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan  perzinahaan. (Qs.4:23)
5. Memlihara harta
Menurut  ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk  kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi  dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal,  sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam  ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu  sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri,  haaji, dan tahsini).
D. Sumber Hukum Islam
Di  dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian  rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat  alternatif. Sumber tertib hukum Islam ini secara umumnya dapat dipahami  dalam firman Allah dalam QS. An-nisa: 59:
"Wahai  orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil  amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka  kembalikanlah ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu  benar-benar beriman kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih  utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya)".(QS. An-nisa: 59)
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1) Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2) Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4) Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau hadits Rasul
3)  Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi  (legislatif), amupun qadli (yudikatif) baik secara individu maupun  masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
4)  Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali  jika terjadi kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2) Dalil Aqli yaitu pemikiran akal manusia.
E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
1. Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
2. At-tathawwur (berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi sosial.
Dilihat  dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya  islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan  hukum barat baru diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam  masuk Indonesia, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang  bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah  islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara,  maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan  tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Secara  yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali  pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945  kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah  keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan hukum islam bagi  umat islam berkobar.
Dalam  pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk  pertama kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22  juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.  Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa  Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang  rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun  demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum  islam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara  kontitusional yuridis.
Dengan  demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum  sangat besar. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum  dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural  dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai  kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus  ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum  islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga  dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi  wajib pula menurut perundangan.
F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Manusia  adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia  membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam  memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiap individu dan  kelompok sosial memiliki kepentingan. Namun demikan kepentingan itu  tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu  mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka hal itu  membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara  adil, maka dibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah  yang kemudian disebut dengan hukum islam yang dan menjadi pedoman  setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi  tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam  kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di  akherat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai  kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun  pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid).  Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah  dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.
Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2) Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka  setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi  membentuk mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah  kemungkaran.
3) Fungsi zawajir (penjeraan)
Adanya  sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi  juga dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera  dan takut melakukan kejahatan.
4) Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan  hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk  menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan  pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum  hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat  fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk  bidang hukum tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak  Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri  manusia semenjak ia berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang  harus mendapat perlindungan. Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai  populer sejak lahirnya Declaration of Human Rights pada tanggal 10  Desember 1948. Walaupun ide HAM sudah timbul pada abad ke 17 dan ke 18  sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di zaman  itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat dalam Islam. Hal ini dapat  dilihat dalam ajaran tauhid. Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi  manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.
Hak  asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat  antroposentris artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan  demikian manusia sangat dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak  asasi manusia bersifat teosentris artinya segala sesuatu berpusat pada  Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan. Dalam hubungan ini A.K  Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan Barat”, strategi  Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan  kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran  keagamaan yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa  penganut-penganutnya. Perspekitf Islam sungguh-sungguh bersifat  teosentris.
Pemikiran  barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi  tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya,  Allahlah yang menjadi tolok ukur sesuatu, sedangkan manusia adalah  ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Oleh  karena itu dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan  kepada hak-hak manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban  asasi untuk mengabdi hanya kepada Allah sebagai penciptanya. Aspek khas  dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat  mema’afkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas  seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara Islam pun  tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang.  Negara harus terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan  memberikan bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak  yang dilanggar HAM nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap dalam berbagai ayat antara lain :
1. Martabat manusia
Dalam  Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat  yang tinggi. Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali  tidak ada pada makhluk lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan  Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat  dipisahkan dari diri manusia.
Q.S Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”
Q.S Al Maidah (5) ayat 32. Artinya  : “ …Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu  (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka  bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya…”
Mengenai martabat manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human Rights dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak-hak serta maratabat yang sama …”
Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan dan jaminan pribadi...”
2. Persamaan
Pada  dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya  satu ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari  yang lain, yakni ketaqwaannya.
Q.S Al Hujurat (49) ayat 13. Artinya  : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari jenis laki-laki  dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan  bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang  paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara  kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat pengakuan di mana saja sebagai seorang pribadi di muka hukum...”
Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum dan berhak atas perlindungan yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”
3. Kebebasan menyatakan pendapat
Al  Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal  pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar.  Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar  berani menyatakan kebenaran. Agama Islam sangat menghargai akal pikiran.  Oleh karena itu, setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya  sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya  dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan  dapat dipertanggungjawabkan.
Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya  : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,  menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”
Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan melahirkan pendapat…”
4. Kebebasan beragama
Prinsip kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Dari  ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung  tinggi kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari  Universal Declaration of Human Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka berfikir, berperasaan, dan beragama …”
5. Hak jaminan sosial
Di  dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan  kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain  adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat,  terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan  hanya berputar di antara orang-orang yang kaya saja. Seperti dinyatakan  Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”
Dalam  Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk  menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan  kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota  masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan  dengan jelas sesuai dengan Pasal 22 dari Universal Declaration of Human  Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
6. Hak atas harta benda
Dalam  hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan  harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang  merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan  penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain,  kecuali untuk kepentingan umum, menurut tatacara yang telah ditentukan  lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi yang berat terhadap mereka  yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya  : “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan  keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai  siksaan dari Allah …”
Hal ini sesuai dengan Pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights menyebutkan:
Ayat (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang lain.
Ayat (2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Manusia  sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak  dasar yang disebut hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat  mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan  hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang  melekat pada diri setiap manusia.
Dilihat  dari sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya  HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris  yang mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut,  menjadi dibatasi kekuasannya dan mulai dapat dimintai pertanggung  jawabannya di muka hukum. Selanjutnya diikuti dengan lahirnya Bill of  Right di Inggris tahun 1689 dengan adigium bahwa manusia sama di muka  hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence, The French Declaration tahun 1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat universal yang dikenal dengan The Universal Declaration Of Human Rights tahun 1948 disahkan langsung oleh PBB.
Ada  perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut  pandangan barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat  semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat  kepada manusia, sehingga manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik  dari sudut pandang Islam berisfat teosentris, artinya, segala sesuatu  berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
Pemikiran  Barat menempatkan manusia pada psosisi bahwa manusialah yang menjadi  tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya,  Allahlah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, sedangkan manusia letak  perbedaan yang fundamental antara hak-hak asasi menurut pola pemikiran  Barat dengan hak-hak asasi menurut pola ajaran Islam.
Dalam  konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau  tugas-tugas kepada Allah, karena ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun  secara paradoks, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan  kemerdekaannya. Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi  kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dari  ketentuan ayat di atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban  mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang  diperintahkan kepada umat manusia dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak Allah) yaitu kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam sebuah ritual ibadah
2) huququl’ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewaajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk Allah lainnya.
Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan kedalam dua kategori yaitu :
1) HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2)  HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda  dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka  miliki. Hak-hak khusus bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja,  anak-anak, dan lainnya seperti hak hidup, hak-hak milik, perlindungan  kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan pribadi dan sebagainya.
The  Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa,  untuk menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup  banyak melanggarnya. Dengan demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal Islamic Declaration Human Right”,  yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam terdiri XXIII Bab dan 63  pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia antara  lain : 
(1) hak hidup
(2) hak untuk mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan kedudukan
(4) hak untuk mendapatkan keadilan
(5) hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk mendapatkaan perlindungan dari penyiksaan
(7) hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas memilih agama
(10) hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi
(11) hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan sosial
(13) hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
(14) hak-hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya.
3. DEMOKRASI DALAM ISLAM
Demokrasi  berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna  kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang  berdaulat, oleh karena itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan  mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan  peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan  kerangka yang dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan  teori politik tertentu yang dapat dianggap demokratis. Di dalamnya  tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kadaulatan rakyat,  tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai  pengemban pemerintah.
Penjelasan  mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak memberikan  perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik.  Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep  Islami yang sudah lama berurat berakar yaitu:
1. Musyawarah (syura)
Perlunya  musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh  karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin  terutama dalam doktrin musyawarah. Hal ini disebabkan menurut ajaran  Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria mauoun  wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik, umat Islam  mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka  harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian  bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam  surat Al-syura ayat 3 :
“Dan  orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang  urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka  menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).
2. Persetujuan (ijma)
Ijma  atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi  dalam hukum Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam  perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan pemikiran sangat besar  pada korpus hukum atau tafsir hukum.
Konsensus  dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi  demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi  penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Atas dasar inilah  konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu  demokrasi Islam.
3. Penilaian interpretative yang mandiri (itjihad)
Upaya  ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu  tempat atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan  memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut  dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad  dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan, karena  prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang  telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan  pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya  eksplorasi, inovasi dan kreativitas.
Dengan  demikian dapat dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad  merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi  Islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia  sebagai khalifah-Nya. Sehingga antara hukum, Hak Asasi Manusia dan  demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Hal  ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi  adalah adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).  Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak  terpenuhi. Sedangkan pemeunuhan dan perlindungan HAM akan terwujud  apabila hukum ditegakkan, karena Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama  dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang  harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.  Secara umum hukum Islam berorientasi pada perlindungan terhadap agama,  jiwa, akal, keturunan dan harta. Artinya hukum Islam bertujuan pada  pemeliharaan agama, menjamin, menjaga dan memelihara kehidupan dan jiwa,  memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga ketertiban keturunan  manusia serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup  umat manusia.
2.  Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat  antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga  manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam  bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan,  sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
3.  Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat  dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama  terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan perlindundgan  Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap  warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan  HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1.  Sebagai umat Islam hendaknya memahami hukum Islam dengan baik, karena  hukum ini mengatur berbagai kehidupan umat manusia untuk mencapai  kemaslahatan.
2.  Setiap manusia hendaknya menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, karena  hak ini sebagai dasar yang melekat pada diri tiap manusia.
3.  Dalam mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, baik dibidang hukum,  hak dan kewajiban asasi manusia, serta kehidupan berdemokrasi hendaknya  berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
Departemen  Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta :  Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.
Hasby Asy-Shidiqiy, Falsafah Hukum Islam, Yogyakarta Bulan Bintang 1975.
Husain, syekh syaukat, Hak asasi – manusia dalam islam, Jakarta. Gema Insani perss, 1991
Lopa, Baharuddin. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1999
Ilyas, Muhtarom. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia 2004.
 

 
0 komentar:
Posting Komentar